Dalam dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan
salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting
dalam proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal, informal maupun
nonformal. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan
di tanah air, guru tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan
eksistensi mereka.
Filosofi sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan
fungsi dan peran guru sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tidak
jarang telah di posisikan mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka di
tuntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan
nilai-nilai ilmu pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral bagi anak
didik. Bahkan tidak jarang, para guru dianggap sebagai orang kedua, setelah
orang tua anak didik dalam proses pendidikan secara global.
Saat ini setidak-tidaknya ada empat hal yang berkaitan dengan
permasalahan yang dihadapi guru di Indonesia, yaitu : pertama, masalah
kualitas/mutu guru, kedua, jumlah guru yang dirasakan masih kurang, ketiga,
masalah distribusi guru dan masalah kesejahteraan guru.
1. Masalah Kualitas Guru
Kualitas guru Indonesia, saat ini disinyalir sangat memprihatinkan. Berdasarkan data tahun 2002/2003, dari 1,2 juta guru SD saat ini, hanya 8,3%nya yang berijasah sarjana. Realitas semacam ini, pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas anak didik yang dihasilkan. Belum lagi masalah, dimana seorang guru (khususnya SD), sering mengajar lebih dari satu mata pelajaran (guru kelas) yang tidak jarang, bukan merupakan inti dari pengetahuan yang dimilikinya, hal seperti ini tentu saja dapat mengakibatkan proses belajar mengajar menjadi tidak maksimal.
Kualitas guru Indonesia, saat ini disinyalir sangat memprihatinkan. Berdasarkan data tahun 2002/2003, dari 1,2 juta guru SD saat ini, hanya 8,3%nya yang berijasah sarjana. Realitas semacam ini, pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas anak didik yang dihasilkan. Belum lagi masalah, dimana seorang guru (khususnya SD), sering mengajar lebih dari satu mata pelajaran (guru kelas) yang tidak jarang, bukan merupakan inti dari pengetahuan yang dimilikinya, hal seperti ini tentu saja dapat mengakibatkan proses belajar mengajar menjadi tidak maksimal.
2. Jumlah Guru yang Masih Kurang
Jumlah guru di Indonesia saat ini masih dirasakan kurang, apabila
dikaitkan dengan jumlah anak didik yang ada. Oleh sebab itu, jumlah murid per
kelas dengan jumlah guru yag tersedia saat ini, dirasakan masih kurang
proporsional, sehingga tidak jarang satu raung kelas sering di isi lebih dari 30
anak didik. Sebuah angka yang jauh dari ideal untuk sebuah proses belajar dan
mengajar yang di anggap efektif. Idealnya, setiap kelas diisi tidak lebih dari
15-20 anak didik untuk menjamin kualitas proses belajar mengajar yang maksimal.
3. Masalah Distribusi Guru
Masalah distribusi guru yang kurang merata, merupakan masalah
tersendiri dalam dunia pendidikan di Indonesia. Di daerah-daerah terpencil,
masing sering kita dengar adanya kekurangan guru dalam suatu wilayah, baik
karena alasan keamanan maupun faktor-faktor lain, seperti masalah fasilitas dan
kesejahteraan guru yang dianggap masih jauh yang diharapkan.
4. Masalah Kesejahteraan Guru
Sudah bukan menjadi rahasia umum, bahwa tingkat kesejahteraan guru-guru
kita sangat memprihatinkan. Penghasilan para guru, dipandang masih jauh dari
mencukupi, apalagi bagi mereka yang masih berstatus sebagai guru bantu atau
guru honorer. Kondisi seperti ini, telah merangsang sebagian para guru untuk
mencari penghasilan tambahan, diluar dari tugas pokok mereka sebagai pengajar,
termasuk berbisnis di lingkungan sekolah dimana mereka mengajar. Peningkatan
kesejahteaan guru yang wajar, dapat meningkatkan profesinalisme guru, termasuk
dapat mencegah para guru melakukan praktek bisnis di sekolah.
Kedudukan, Fungsi, Tugas, dan Tujuan Seorang Guru
Bab II Pasal 2 Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
menyebutkan bahwa: (1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada
jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini
pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud.
(2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud.
Maksud dari ayat di atas menyebutkan bahwa guru adalah orang yang
mendalami profesi sebagai pengajar dan pendidik, mempunyai kemampuan dan
kesempatan untuk memberikan kontribusi. Umumnya guru merujuk pada pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih dan mengevaluasi hasil belajar siswa peserta didiknya. Tugas guru yang
diemban timbul dari rasa percaya masyarakat terdiri dari mentransfer kebudayaan
dalam arti yang luas, ketrampilan menjalani kehidupan (Life skills), terlibat
dalam kegiatan-kegiatan menjelaskan, mendefinisikan, membuktikan dan
mengklasifikasikan, selain harus menunjukkan sebagai orang yang berpengetahuan
luas, trampil dan sikap yang bisa dijadikan panutan. Maka dari itu, guru harus
memiliki kompetensi dalam membimbing siswa untuk siap menghadapi kehidupan yang
sebenarnya (The real life) dan bahkan mampu memberikan keteladanan yang baik.
Undang-Undang No 14 tahun 2005, pasal 4 mengisyaratkan bahwa Kedudukan
guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran
yang berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Pasal 6 menyebutkan
bahwa Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk
melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis
dan bertanggung jawab.
Di samping itu guru mempunyai tugas utama sebagai berikut:
a) menyusun perencanaan pembelajaran;
b) menyampaikan perencanaan;
c) melakukan hubungan baik dengan sesama teman seprofesi, maupun dengan masyarakat;
d) mengelola kelas yang disesuaikan dengan karakterstik peserta didik;
e) melakukan penelitian dan inovasi dalam pendidikan, dan memanfaatkan hasilnya untuk kemajuan pendidikan;
f) mendidik siswa sehingga mereka menjadi manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika, bangsa, masyarakat, dan agama;
g) melaksanakan program bimbingan konseling, dan administrasi pendidikan;
h) mengembangkan diri dalam wawasan, sikap, dan ketrampilan profesi; dan
i) memanfaatkan teknologi, lingkungan, budaya, dan sosial, serta lingkungan alam dalam proses belajar.
b) menyampaikan perencanaan;
c) melakukan hubungan baik dengan sesama teman seprofesi, maupun dengan masyarakat;
d) mengelola kelas yang disesuaikan dengan karakterstik peserta didik;
e) melakukan penelitian dan inovasi dalam pendidikan, dan memanfaatkan hasilnya untuk kemajuan pendidikan;
f) mendidik siswa sehingga mereka menjadi manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika, bangsa, masyarakat, dan agama;
g) melaksanakan program bimbingan konseling, dan administrasi pendidikan;
h) mengembangkan diri dalam wawasan, sikap, dan ketrampilan profesi; dan
i) memanfaatkan teknologi, lingkungan, budaya, dan sosial, serta lingkungan alam dalam proses belajar.
Yang saya akan bahas
yaitu mengenai Masalah Distribusi Guru atau Penyebaran guru yang tidak merata.
Kebanyakan
guru lebih memilih mengajar di perkotaan ketimbang di daerah pelosok. Ini
mengakibatkan guru di perkotaan menumpuk sedangkan di pelosok akan kekurangan
guru. Formasi pengangkatan yang telah di tentukan oleh pemerintah daerah
seakan-akan tidak membuat komposisi guru menjadi merata. Dan memang kalau di perkotaan ataupun daerah padat, hal
itu tidak terjadi. Tapi di pedesaan, pedalaman, daerah pinggiran hutan,
pegunungan kenyataan kekurangan guru itu sangat terasa,".
Hal demikian
tentulah berdampak pada kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan pun kurang
merata. Diperkotaan akan semakin tinggi kualitas pendidikannya karena kebutuhan
guru yang tercukupi serta aksesibilitas yang mudah. Keadaan itu berbanding
terbalik dengan kondisi di pelosok. Kualitas pendidikan dipelosok akan semakin
terpuruk karena kebutuhan tim pengajar yang tidak tercukupi serta akses yang sulit. Dimana foktor pendukung pendidikan sangat sulit di
dapatkan di daerah pelosok yang tidak terjadi di daerah perkotaan.
Saat ini terjadi ketimpangan
kompetensi yang cukup mencolok pada guru di daerah tertinggal. Banyak guru yang
mengajar di sekolah-sekolah terpencil dengan tidak terstruktur dan mengabaikan
teori-teori pembelajaran efektif. Fenomena ini dapat dimengerti karena memang
upaya peningkatan kompetensi guru tidak dijadikan sebagai salah satu solusi
yang diprioritaskan khususnya dalam pembangunan pendidikan. Mereka tidak
memiliki kesempatan untuk memperoleh pelatihan atau upaya-upaya peningkatan
mutu guru itu sendiri, sehingga ini berkorelasi erat dengan kemampuan
mengajarnya di sekolah. Jika hal ini tidak diberi perlakuan khusus tentu saja akan
semakin memperburuk kualitas proses belajar mengajar di sekolah.
Ada juga guru malu mengajar didaerah
nya sendiri dalam artian tempat terpencil pandangan mereka yang ingin mengajar
diperkotaan untuk encari pengalaman yang baru dan mendapat pasangan hidup yang
lebih baik , ada juga karna akses transportasi mereka untuk mengajar itu
terkendala karna jalanan yang menuju ke sekolah itu rusak parah. Itu bisa
menbuat susah nya penyebaran guru yang tidak merata.
Solusi
Solusi yang kiranya dapat
menjadi sebuah pertimbangan dalam menangani permasalahan diatas yaitu:
1. Konsistensi
pemerintah dalam menangani masalah tersebut harus perlu ditingkatkan.
2. Pemerintah
harus bekerja sama dengan PTN dan PTS yang memiliki jurusan pendidikan agar
dapat menciptakan calon-calon pengajar yang benar-benar memiliki mental seorang
pengajar yang profesional.
3. Pemerintah
harus benar-benar memegang konsistensi terhadap pernyataan para calon pengajar
yang berbunyi “siap ditempatkan dimana saja”, sehingga setelah para calon
pengajar terangkat menjadi PNS tidak mudah untuk mengajukan pindah tempat
sesuai keinginan mereka melainkan perlu alasan yang kiranya dapat diterima.
4. Pemerintah
harus benar-benar menjalankan amanat undang-undang yaitu 20 % APBN untuk
pendidikan sehingga pembangunan infrastruktur pendidikan yang dapat mendukung
akses sebagai penjamin mutu dapat terlaksana dengan baik.
5. Membuat perjanjian dengan calon guru untuk sanggup mengajar dimanapun
ditempat terpencil.
6. Memberikan fasilitas yang sama dengan guru yang mengajar di prkotaan dengan
di pedesaan.
7. Meberikan tunjangan lebih kepada guru yang mengajar di tempat terpencil.
8. Memperbaiki akses transportasi agar bisa mengajar dengan lancar dan tidak terkendala waktu.
9. Menindak lanjuti atau member hukuman atau mutasi tugas
kepada guru yang mengajar diperkotaan tapi tidak mengajar dengan baik dan
sesuai dengan kode etik
by : tenli junaidi