Oleh: Abdul Mu'ti (Sekretaris PP Muhammadiyah, Dosen IAIN Walisongo, Semarang)
Islam
Indonesia memiliki sedikitnya lima kekayaan. Pertama, kekayaan
demografis. Lebih dari 180 pemeluk Islam,Indonesia adalah negeri muslim
terbesar di dunia. Kedua, kekayaan teologis.
Muslim
Indonesia menganut mazhab fikih dan teologi besar dunia. Selain
penganut Mazhab Sunni, tidak sedikit pengikut Syiah yang sudah eksis
sejak awal perkembangan Islam. Ketiga,kekayaan kebudayaan. Islam
Indonesia memiliki arsitektur masjid, kesenian,kesusastraan dan busana
khas Nusantara yang merupakan perpaduan kreatif antara nilai-nilai
Islam,budaya lokal,dan agamaagama lain di Indonesia.
Termasuk
kekayaan kebudayaan adalah tradisi keagamaan yang toleran,ramah,dan
terbuka. Keempat, kekayaan sejarah. Di bumi Indonesia pernah berdiri
kerajaan-kerajaan Islam seperti Demak,Samudera Pasai, Mataram Islam,
Goa, Banjar, dan sebagainya.Selain meninggalkan jejak-jejak
kejayaan,sejarah kerajaan Islam juga mewariskan heroisme dan
patriotisme melawan imperialisme.
Kelima,
kekayaan intelektual. Banyak karya besar yang ditulis ulama Nusantara
dalam bahasa daerah, Melayu, dan Arab.Beberapa ulama Nusantara juga
berpengaruh di negara-negara muslim karena karyanya dan kealimannya.
Salah satu ulama tersebut adalah Syaikh Nawawi al-Bantani yang pernah
menjadi imam Masjidilharam Mekkah.
Masalah Rasa Percaya Diri
Sayangnya,
Indonesia belum mampu mengelola kekayaan Islam yang luar biasa. Hal
ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, umat Islam mengidap
penyakit inferiority complex.Meminjam istilah Tariq Ramadhan (2004),
muslim Indonesia menderita “double inferiorities”: keminderan ganda.
Pertama, dalam bidang keagamaan, muslim Indonesia merasa rendah diri
dibandingkan dengan negaranegaraArab.
Perasaan
menjadi orang “ajam” dan kelemahan bahasa Arab membuat muslim
Indonesia menaruh hormat secara berlebihan terhadap Arab.Kedua,muslim
Indonesia juga silau melihat kemajuan Barat dan membungkuk di hadapan
kehendak Barat. Perkembangan dunia pascakolonial membuat Indonesia
tertinggal dibandingkan negara- negara lain. Berkah minyak yang
mendatangkan kemakmuran ekonomi Arab Saudi membangkitkan rasa percaya
diri yang hebat.
Sejak
akhir 1970-an Arab Saudi me-lakukan ekspansi ideologi ke negaranegara
muslim, tidak terkecuali ke Indonesia.Perasaan inferior membuat
Indonesia kagum kepada Arab dan sibuk melakukan Arabisasi di banyak
bidang.Pengaruh Arabisasi terlihat dalam perubahan arsitektur masjid,
kesenian,dan busana.Tidak hanya itu, karakter keagamaan
yangtoleran,santun,danterbuka pun berubah menjadi garang.
Tidak
hanya terhadap Arab Saudi,ada gejala di mana muslim Indonesia juga
tampak rendah diri di hadapan Malaysia. Pada masa awal kemerdekaan,
Malaysia sebagai “saudara muda” berguru ke Indonesia. Berbekal
ketekunan dan kerja keras, kini Malaysia jauh meninggalkan Indonesia.
Banyak aspek keislaman di Indonesia saat ini justru berkiblat ke negeri
jiran itu.
Karena
itu, agar Islam Indonesia mampu mengelola kekayaannya, diperlukan dua
langkah. Pertama, membangkitkan rasa percaya diri.Cara pertama tentu
saja melalui peningkatan kemakmuran ekonomi. Dengan kekuatan ekonomi,
Indonesia mampu berdiri tegak di antara negara-negara Islam. Kemakmuran
memungkinkan Indonesia memberikan beasiswa kepada pelajar dari
negara-negara muslim untuk menuntut ilmu di Indonesia.
Perlu
alokasi dana bagi perguruan tinggi yang menerima mahasiswa asing.
Selama ini putra-putri Indonesia berbondong-bondong belajar ke
negara-negara Arab yang penuh konflik seperti Sudan, Irak, dan Syiria.
Kedua, membangun kesadaran umat Islam tentang kekayaannya dan
mengaktualisasikan dalam kehidupan kebangsaan. Islam yang ramah dan
toleran adalah kekayaan yang merepresentasikan ajaran Islam.
Ironisnya,sebagian
umat Islam justru menilai Islam yang ramah dan toleran sebagai sikap
lembek dan bagian dari propaganda Barat untuk melumpuhkan Islam secara
perlahan- lahan. Karena itu, usaha untuk belajar dari negara lain
haruslahselektif. Mengirimkan putra putri ke luar negeri tanpa arahan
yang bijak akan sangat berisiko bagi karakter dan identitas bangsa.
Pelajar
Indonesia yang menuntut ilmu di luar negeri tidak boleh dibiarkan
terjun bebas di hutan belantara yang sama sekali asing. Jika dibiarkan
begitu saja, sekembalinya ke Tanah Air mereka akan menjadi masalah
tersendiribagimasyarakatdanbangsanya. Belajar ke negara lain harus
dimaksudkan untuk mempelajari hal-hal yang positif.
Keberpihakan Pemerintah
Untuk
itu, diperlukan pemihakan oleh pemerintah. Diperlukan kebijakan
nasional untuk melestarikan dan mengembangkan kekayaan Islam Indonesia.
Konservasi warisan kekayaan Islam tidak seharusnya dilakukan secara
alamiah dan kehendak politik pemerintah daerah. Tidak hanya bangunan
bersejarah yang runtuh, umat Islam juga mulai kehilangan kekayaan
intelektual karena banyaknya karya ulama Nusantara yang musnah.
Perlu
ada regulasi pembangunan masjid dan tempat ibadah, tidak hanya
menyangkut konstruksi,tetapi juga arsitektur.Aturan tentang cagar
budaya berlaku pada “bangunan tua”dan bangunan baru sehingga
karakteristik arsitektur Islam Nusantara tetap lestari.Termasuk dalam
langkah ini adalah penyusunan kembali buku-buku sejarah yang memuat
khasanah Islam Indonesia, tidak melulu romantika dan problematika
sejarah Islam masa lalu.
Pemerintah
juga harus berpihak kepada budaya Islam Indonesia yang toleran dan
terbuka.Membiarkan gerakan radikal memenuhi ruang publik dan
merajalelanya kekerasan karena alasan “keselamatan sesaat” akan
membunuh karakter Islam Indonesia. Mengelola kekayaan Islam berarti
melindungi yang kecil dan lemah, bukan hanya memihak yang bersuara
lantang, yangkaya massa,atau yang rajin memuji-muji.
Beragama
adalah masalah hak asasi, hak hidup, dan kebebasan. Ada gejala di mana
generasi muda mulai tercerabut dan kehilangan kebanggaan terhadap
kekayaan Islam Indonesia. Keadaan ini tidak boleh dibiarkan. Kekayaan
akan binasa jika salah kelola dan tidak ada generasi yang
meneruskannya.