Assalammualikum WR WB
APAKAH BOLEH WANITA MELAMAR PRIA?
Oleh : Abu Akmal Mubarok
Telah sampai kepada kami pertanyaan mengenai apakah diperbolehkan wanita melamar pria? Sebelum membahas hal ini perlu dipahami duduk perkaranya bahwa khitbah (melamar/meminang) adalah proses pendahuluan sebelum menikah dan bukan merupakan rukun dari nikah. Khitbah adalah pemberitahuan bahwa seseorang berminat pada orang lain untuk menikahinya. Khitbah (melamar) juga merupakan permintaan resmi kepada seseorang untuk bersedia dinikahi. Maka secara logika, terlepas bagaimana teknis caranya, melamar atau meminang itu adalah tahapan yang pasti terjadi sebelum terjadinya akad nikah. Bagaimana mungkin tiba-tiba dilakukan akad nikah jika sebelumnya satu sama lain belum ada pembicaraan sebelumnya, dan tidak saling tahu. Namun karena khitbah atau melamar itu bukan merupakan bagian dari rukun nikah maka tidak mempengaruhi sah tidaknya pernikahan.
Sejauh yang saya ketahui, telah menjadi kelaziman dalam berbagai hadits dan siroh (cerita sejarah) diceritakan bahwa laki-laki-lah yang melamar dan bukannya wanita. Sebagian orang mengatakan bahwa sesungguhnya tak ada perkataan yang jelas yang memerintahkan harus lelaki yang melamar wanita. Demikian pula tak ada kalimat larangan yang jelas yang melarang wanita melamar pria. Benarkah demikian ?
Ayat Yang Menyebutkan Pria Melamar Wanita
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa yang dipinang itu wanita sehingga yang meminang adalah pria kepada wanita dan bukan wanita kepada pria.
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita (yang suaminya telah meninggal dan masih dalam ‘iddah) itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu ” (Q.S. Al-Baqarah [2] : 235)
Hadits-Hadits Yang Menyebutkan Pria Melamar Wanita
Salah satu hadits yang paling populer mengenai meminang adalah hadits berikut ini :
Apabila datang laki-laki (untuk meminang) yang kamu ridhoi agamanya dan akhlaknya. maka kawinkanlah dia, dan bila tidak kamu lakukan akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas. (H.R. Ahmad)
Dari Abu Hatim Al Muzani berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda: “Jika seseorang datang melamar (anak perempuan dan kerabat) kalian, sedang kalian ridha pada agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia. Jika tidak kalian lakukan, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan.” Para shahabat bertanya; “Meskipun dia tidak kaya.” Beliau bersabda: “Jika seseorang datang melamar (anak perempuan) kalian, kalian ridha pada agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia.” Beliau mengatakannya tiga kali. (H.R. No. Tirmidzi 1005)
Pada hadits di atas jelas diriwayatkan bahwa laki-laki lah yang datang meminang dan bukannnya wanita yang datang meminang.
Hadits lainnya sbb : Dari Aisyah r.ah isteri Nabi s.a.w. ia telah mengabarkan kepadanya bahwa pernikahan pada masa jahiliyah berdasarkan empat macam, diantara pernikahan tersebut yaitu seorang laki-laki melamar wali wanita seseorang kepadanya, kemudian memberinya mahar, kemudian laki-laki tersebut menikahinya. (H.R. Abu Daud No. 1934)
Begitu juga pada hadits-hadits lainnya Dari Abu Humaid atau Humaidah, dia berkata; dia telah melihat Rasulullah s.a.w. bersabda : “jika seorang kalian melamar seorang wanita, maka tidak mengapa baginya melihat wanita tersebut apabila dia melihatnya hanya dalam rangka untuk melamarnya meskipun wanita tersebut tidak mengetahuinya“. (H.R. Ahmad No. 22497)
Telah menceritakan kepada kami Suraij telah menceritakan kepada kami ‘Abbad yakni Ibnu Al ‘Awwam, dari Al Hajjaj dari Al Hakam dari Miqsam dari Ibnu Abbas; bahwasannya Nabi s.a.w. melamar Maimunah binti Al Harits, maka Maimunah menyerahkan urusan dirinya kepada Al Abbas, lalu ia pun menikahkannya dengan Nabi s.a.w.. (H.R. Ahmad No. 2315)
Dari Urwah r.a. bahwa Nabi s.a.w. melamar Aisyah kepada Abu Bakar, lalu Abu Bakar r.a. berkata : “Sesungguhnya aku adalah saudaramu”. Nabi menjwab : “Engkau adalah saudaraku dalam agama Allah dan kitabNya dan dia halal bagiku” (H.R. Bukhari)
Fatimah binti Qais berkata : “Maka ketika aku telah menjanda aku dilamar oleh Abdur Rahman bin Auf diantar oleh serombongan sahabat Rasulullah s.a.w.” (H.R. Muslim Juz VIII hal 203)
Masih banyak sekali hadits2 lainnya yang menceritakan kelaziman laki2 lah yang melamar wanita dan bukan wanita yang melamar.
Khadijah r.ah. Melamar Rasulullah s.a.w.?
Sebagian orang mengatakan salah pada jaman Nabi Muhammad s.a.w masih hidup pun wanita dibolehkan melamar pria diantaranya pada kisah Siti Khadijah r.ah istri pertama Rasulullah s.a.w. Baiklah kita kutipkan catatan sejarah yang saya ambil dari Kitab Kelengkapan Tarikh Moenawar Kholil mengenai peristiwa tersebut.
Pada suatu hari Khadijah dengan terpaksa meminta seorang budak perempuannya yang sangat dipercaya bernama Nafisah binti Munabih untuk menemui Muhammad s.aw. dimana ia kemudian menyampaikan segala sesuatu yang menjadi isi hati Khadijah terhadap beliau. Setelah menerima uraian keinginan Khadijah, beliau s.a.w. hanya menjawab bahwa belum dapat mengambil keputusan sebelum mendapat pertimbangan dan keputusan dari pamannya. Kemudian pada suatu hari Nafisah menemui Abu Thalib untuk membicarakan persoalan itu dan Abu Thalib seketika memberikan keputusan menyetujui untuk disampaikan kepada Khadijah.
Lalu pada hari yang lain Abu Thalib bersama anak kemenakannya (Muhammad s.a.w.) pergi menemui pamannya Khadijah bernama Amr bin Al-Asad karena ayah Khadijah saat itu telah wafat. Kedatangan Abu Thalib adalah untuk memperbincangkan keinginan Khadijah terhadap pribadi Nabi. Oleh Amer bin Al-Asad diterima dengan baik dan ia tidak keberatan dengan perjodohan antara Khadijah dengan Muhammad, asalkan kedua belah pihak sama-sama cinta. Dan telah terpandang di kalangan kota Mekah bahwa keduanya telah bertemu (sepadan) kebangsawanannya. (Kelengkapan Tarikh Juz 1 Hal 104)
Dari uraian sejarah di atas dapat kita tangkap bahwa kedatangan Nafisah binti Munabih mengutarakan keinginan Khadijah bisa saja dianggap sebagai melamar / meminang Nabi Muhammad s.a.w. (waktu itu belum menjadi Nabi). Namun secara adat dan kelaziman pria lah yang melamar wanita. Oleh karena nya proses lamaran ini diperkuat lagi atau secara resmi dilakukan oleh Abu Thalib kepada paman Khadijah bernama Amr bin Asad. Maka inilah lamaran yang lebih resmi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara resminya, tetap pihak Keluarga Nabi Muhammad s.a.w. lah yang datang melamar Khadijah r.ah.
Ayah Melamarkan Anak Perempuannya
Salah satu kewajiban orang tua adalah mencarikan jodoh yang baik bagi anaknya, terlebih lagi bagi anak perempuan. Maka dalam sejarah terdapat beberapa peristiwa dimana Ayah melamar / meminta laki-laki yang sholeh untuk menikahi anak perempuannya.
Dari Abdullah bin Umar r.a. bahwa Umar bin Khattab r.a. ketika Hafshah (putrinya) menjanda dia berkata : “Aku datang kepada Utsman bin Affan lalu aku tawarkan Hafshah kepadanya”, kemudian ia (Utsman) menemuiku dan berkata : “Setelah saya pertimbangkan maka saat ini saya belum berkeinginan untuk nikah” Lau aku (Umar) menemui Abu Bakar r.a. seraya berkata : “Jika engkau mau, aku ingin mengawinkan engkau dengan Hafshah” Maka Abu Bakar hanya diam saja tanpa menjawab sedikitpun. Maka aku (Umar) berdiam selama beberapa malam, kemudian Rasulullah s.a.w. datang meminangnya, lalu aku nikahkan dia (Hafshah) dengan beliau” (H.R. Bukhari Juz XI hal 80)
Kakak Melamarkan Saudara Perempuannya
Ummu Habibah binti Abu Sufyan berkata : “Wahai Rasulullah kawinlah dengan saudara perempuanku putri Abu Sufyan. Beliau bertanya : “Apakah kamu menyukai yang demikian itu?” Saya (Ummu Habibah) menjawab : “Saya tidak asing lagi bagimu dan engkaulah yang paling kuinginkan untuk menyertaiku dalam kebaikan saudara perempuanku” (H.R. Bukhari)
Wanita Menawarkan Dirinya Sendiri Untuk Dinikahi
Dari Tsabit bin Bunnani berkata : “Aku berada di sisi Anas dan di sebelahnya ada ada perempuannya. Anas berkata : “Seorang wanita datang kepada Rasulullah s.a.w. menawarkan dirinya seraya berkata : “Wahai Rasulullah apakah engkau berhasrat kepadaku?” (dalam riwayat lain berkata : Wahai Rasulullah aku datang hendak memberikan diriku kepadamu) Maka putri Anas berkata : “Betapa sedikit rasa malunya idih..idih” Anas berkata :”Dia lebih baik daripada engkau, dia menginginkan Nabi s.a.w. lalu menawarkan dirinya kepada Beliau” (H.R. Bukhari).
Menjelaskan hadits di atas Ibnu Hajar Asqolani berkata : ia (Bukhari) mengistimbath hukum dari hadit ini mengenai sesuatu yang tidak khusus yaitu dibolehkannya wanita menawarkan diri kepada laki-laki yang sholeh karena menyukai kesholehannya. (Fathul Bari Juz XI hal 79)
Tak Ada Larangan Wanita Melamar Pria
Dari uraian di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa secara kelaziman dan adat, laki-lakilah yang melamar wanita. Namun memang benar tak ada dalil ayat maupun hadits yang nyata-nyata melarang wanita melamar pria. Bahkan Umar bin Khattab r.a. pun menawarkan anak perempuannya bernama Hafshah kepada sahabat lainnya. Maka memang benar baik Rasulullah s.a.w. maupun para sahabat tidak menganggap tercela jika diri wanita itu sendiri atau pihak keluarga wanita atau utusan pihak wanita melamar seorang pria dengan catatan karena tertarik keshalehan pria tersebut.
Namun demikian, dikalangan wanita sendiri pada masa kehidupan Rasulullah s.a.w. sebenarnya tetap merasa malu dan merendahkan harga diri wanita jika wanita yang meminagn laki-laki. Terbukti dari celaan putri dari Anas bin Malik r.a. yang mengatakan “betapa sedikit rasa malunya idih…idih..” ketika melihat ada wanita yang menawarkan dirinya pada Rasulullah s.a.w. Maka perasaan gengsi dan harga diri wanita lah yang menjadikan hal ini menjadi tabu. Namun hal ini juga tidak salah.
Maka kita mendapati bahwa oleh karena Rasulullah s.a.w. dan sahabat Nabi baik Khulafa’ur Rasyidin maupun sahabat lainnya, tabi’in dan ulama salaf lainnya pada umumnya melakukan pria lah yang melamar wanita. Maka akan merupakan kebaikan jika kita niatkan pihak pria lah yang melamar wanita karena kita mengikuti qudwah (teladan) ini. Namun sekali lagi tidak ada halangan dan larangan wanita lah yang melamar pria terutama jika si wanita mengharapkan keshalehan pria tsb. Wallahua’lam.