Kamis, Maret 21, 2013

APAKAH BOLEH WANITA MELAMAR PRIA?

Assalammualikum WR WB


APAKAH BOLEH WANITA MELAMAR PRIA?
Oleh : Abu Akmal Mubarok
 Image
Telah sampai kepada kami pertanyaan mengenai apakah diperbolehkan wanita melamar pria? Sebelum membahas hal ini perlu dipahami duduk perkaranya bahwa khitbah (melamar/meminang) adalah proses pendahuluan sebelum menikah dan bukan merupakan rukun dari nikah. Khitbah adalah pemberitahuan bahwa seseorang berminat pada orang lain untuk menikahinya. Khitbah (melamar) juga merupakan permintaan resmi kepada seseorang untuk bersedia dinikahi. Maka secara logika, terlepas bagaimana teknis caranya, melamar atau meminang itu adalah tahapan yang pasti terjadi sebelum terjadinya akad nikah. Bagaimana mungkin tiba-tiba dilakukan akad nikah jika sebelumnya satu sama lain belum ada pembicaraan sebelumnya, dan tidak saling tahu. Namun karena khitbah atau melamar itu bukan merupakan bagian dari rukun nikah maka tidak mempengaruhi sah tidaknya pernikahan.
Sejauh yang saya ketahui, telah menjadi kelaziman dalam berbagai hadits dan siroh (cerita sejarah) diceritakan bahwa laki-laki-lah yang melamar dan bukannya wanita. Sebagian orang mengatakan bahwa sesungguhnya tak ada perkataan yang jelas yang memerintahkan harus lelaki yang melamar wanita. Demikian pula tak ada kalimat larangan yang jelas yang melarang wanita melamar pria. Benarkah demikian ?
Ayat Yang Menyebutkan Pria Melamar Wanita
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa yang dipinang itu wanita sehingga yang meminang adalah pria kepada wanita dan bukan wanita kepada pria.
Dan  tidak  ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita (yang suaminya telah meninggal dan masih dalam ‘iddah) itu  dengan sindiran   atau  kamu  menyembunyikan  (keinginan  mengawini mereka) dalam  hatimu ” (Q.S. Al-Baqarah [2] : 235)
Hadits-Hadits Yang Menyebutkan Pria Melamar Wanita
Salah satu hadits yang paling populer mengenai meminang adalah hadits berikut ini :
Apabila datang laki-laki (untuk meminang) yang kamu ridhoi agamanya dan akhlaknya. maka kawinkanlah dia, dan bila tidak kamu lakukan akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas. (H.R. Ahmad)
Dari Abu Hatim Al Muzani berkata; Rasulullah s.a.w. bersabda: “Jika seseorang datang melamar (anak perempuan dan kerabat) kalian, sedang kalian ridha pada agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia. Jika tidak kalian lakukan, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan.” Para shahabat bertanya; “Meskipun dia tidak kaya.” Beliau bersabda: “Jika seseorang datang melamar (anak perempuan) kalian, kalian ridha pada agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia.” Beliau mengatakannya tiga kali. (H.R. No. Tirmidzi 1005)
Pada hadits di atas jelas diriwayatkan bahwa laki-laki lah yang datang meminang dan bukannnya wanita yang datang meminang.
Hadits lainnya sbb : Dari Aisyah r.ah isteri Nabi s.a.w. ia telah mengabarkan kepadanya bahwa pernikahan pada masa jahiliyah berdasarkan empat macam, diantara pernikahan tersebut yaitu seorang laki-laki melamar wali wanita seseorang kepadanya, kemudian memberinya mahar, kemudian laki-laki tersebut menikahinya. (H.R. Abu Daud No. 1934)
Begitu juga pada hadits-hadits lainnya Dari Abu Humaid atau Humaidah, dia berkata; dia telah melihat Rasulullah s.a.w. bersabda : “jika seorang kalian melamar seorang wanita, maka tidak mengapa baginya melihat wanita tersebut apabila dia melihatnya hanya dalam rangka untuk melamarnya meskipun wanita tersebut tidak mengetahuinya“. (H.R. Ahmad No. 22497)
Telah menceritakan kepada kami Suraij telah menceritakan kepada kami ‘Abbad yakni Ibnu Al ‘Awwam, dari Al Hajjaj dari Al Hakam dari Miqsam dari Ibnu Abbas; bahwasannya Nabi s.a.w. melamar Maimunah binti Al Harits, maka Maimunah menyerahkan urusan dirinya kepada Al Abbas, lalu ia pun menikahkannya dengan Nabi s.a.w.. (H.R. Ahmad No. 2315)
Dari Urwah r.a. bahwa Nabi s.a.w. melamar Aisyah kepada Abu Bakar, lalu Abu Bakar r.a. berkata : “Sesungguhnya aku adalah saudaramu”. Nabi menjwab : “Engkau adalah saudaraku dalam agama Allah dan kitabNya dan dia halal bagiku” (H.R. Bukhari)
Fatimah binti Qais berkata : “Maka ketika aku telah menjanda aku dilamar oleh Abdur Rahman bin Auf diantar oleh serombongan sahabat Rasulullah s.a.w.” (H.R. Muslim Juz VIII hal 203)
Masih banyak sekali hadits2 lainnya yang menceritakan kelaziman laki2 lah yang melamar wanita dan bukan wanita yang melamar.
Khadijah r.ah. Melamar Rasulullah s.a.w.?
Sebagian orang mengatakan salah pada jaman Nabi Muhammad s.a.w masih hidup pun wanita dibolehkan melamar pria diantaranya pada kisah Siti Khadijah r.ah istri pertama Rasulullah s.a.w. Baiklah kita kutipkan catatan sejarah yang saya ambil dari Kitab Kelengkapan Tarikh Moenawar Kholil mengenai peristiwa tersebut.
Pada suatu hari Khadijah dengan terpaksa meminta seorang budak perempuannya yang sangat dipercaya bernama Nafisah binti Munabih untuk menemui Muhammad s.aw. dimana ia kemudian menyampaikan segala sesuatu yang menjadi isi hati Khadijah terhadap beliau. Setelah menerima uraian keinginan Khadijah, beliau s.a.w. hanya menjawab bahwa belum dapat mengambil keputusan sebelum mendapat pertimbangan dan keputusan dari pamannya. Kemudian pada suatu hari Nafisah menemui Abu Thalib untuk membicarakan persoalan itu dan Abu Thalib seketika memberikan keputusan menyetujui untuk disampaikan kepada Khadijah.
Lalu pada hari yang lain Abu Thalib bersama anak kemenakannya (Muhammad s.a.w.) pergi menemui pamannya Khadijah bernama Amr bin Al-Asad karena ayah Khadijah saat itu telah wafat. Kedatangan Abu Thalib adalah untuk memperbincangkan keinginan Khadijah terhadap pribadi Nabi. Oleh Amer bin Al-Asad diterima dengan baik dan ia tidak keberatan dengan perjodohan antara Khadijah dengan Muhammad, asalkan kedua belah pihak sama-sama cinta. Dan telah terpandang di kalangan kota Mekah bahwa keduanya telah bertemu (sepadan) kebangsawanannya. (Kelengkapan Tarikh Juz 1 Hal 104)
Dari uraian sejarah di atas dapat kita tangkap bahwa kedatangan Nafisah binti Munabih mengutarakan keinginan Khadijah bisa saja dianggap sebagai melamar / meminang Nabi Muhammad s.a.w. (waktu itu belum menjadi Nabi). Namun secara adat dan kelaziman pria lah yang melamar wanita. Oleh karena nya proses lamaran ini diperkuat lagi atau secara resmi dilakukan oleh Abu Thalib kepada paman Khadijah bernama Amr bin Asad. Maka inilah lamaran yang lebih resmi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara resminya, tetap pihak Keluarga Nabi Muhammad s.a.w. lah yang datang melamar Khadijah r.ah.
Ayah Melamarkan Anak Perempuannya
Salah satu kewajiban orang tua adalah mencarikan jodoh yang baik bagi anaknya, terlebih lagi bagi anak perempuan. Maka dalam sejarah terdapat beberapa peristiwa dimana Ayah melamar / meminta laki-laki yang sholeh untuk menikahi anak perempuannya.
Dari Abdullah bin Umar r.a. bahwa Umar bin Khattab r.a. ketika Hafshah (putrinya) menjanda dia berkata : “Aku datang kepada Utsman bin Affan lalu aku tawarkan Hafshah kepadanya”, kemudian ia (Utsman) menemuiku dan berkata : “Setelah saya pertimbangkan maka saat ini saya belum berkeinginan untuk nikah” Lau aku (Umar) menemui Abu Bakar r.a. seraya berkata : “Jika engkau mau, aku ingin mengawinkan engkau dengan Hafshah” Maka Abu Bakar hanya diam saja tanpa menjawab sedikitpun. Maka aku (Umar) berdiam selama beberapa malam, kemudian Rasulullah s.a.w. datang meminangnya, lalu aku nikahkan dia (Hafshah) dengan beliau” (H.R. Bukhari Juz XI hal 80)
Kakak Melamarkan Saudara Perempuannya
Ummu Habibah binti Abu Sufyan berkata : “Wahai Rasulullah kawinlah dengan saudara perempuanku putri Abu Sufyan. Beliau bertanya : “Apakah kamu menyukai yang demikian itu?” Saya (Ummu Habibah) menjawab : “Saya tidak asing lagi bagimu dan engkaulah yang paling kuinginkan untuk menyertaiku dalam kebaikan saudara perempuanku” (H.R. Bukhari)
Wanita Menawarkan Dirinya Sendiri Untuk Dinikahi
Dari Tsabit bin Bunnani berkata : “Aku berada di sisi Anas dan di sebelahnya ada ada perempuannya. Anas berkata : “Seorang wanita datang kepada Rasulullah s.a.w. menawarkan dirinya seraya berkata : “Wahai Rasulullah apakah engkau berhasrat kepadaku?” (dalam riwayat lain berkata : Wahai Rasulullah aku datang hendak memberikan diriku kepadamu) Maka putri Anas berkata : “Betapa sedikit rasa malunya idih..idih” Anas berkata :”Dia lebih baik daripada engkau, dia menginginkan Nabi s.a.w. lalu menawarkan dirinya kepada Beliau” (H.R. Bukhari).
Menjelaskan hadits di atas Ibnu Hajar Asqolani berkata : ia (Bukhari) mengistimbath hukum dari hadit ini mengenai sesuatu yang tidak khusus yaitu dibolehkannya wanita menawarkan diri kepada laki-laki yang sholeh karena menyukai kesholehannya. (Fathul Bari Juz XI hal 79)
Tak Ada Larangan Wanita Melamar Pria
Dari uraian di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa secara kelaziman dan adat, laki-lakilah yang melamar wanita. Namun memang benar tak ada dalil ayat maupun hadits yang nyata-nyata melarang wanita melamar pria. Bahkan Umar bin Khattab r.a. pun menawarkan anak perempuannya bernama Hafshah kepada sahabat lainnya. Maka memang benar baik Rasulullah s.a.w. maupun para sahabat tidak menganggap tercela jika diri wanita itu sendiri atau pihak keluarga wanita atau utusan pihak wanita melamar seorang pria dengan catatan karena tertarik keshalehan pria tersebut.
Namun demikian, dikalangan wanita sendiri pada masa kehidupan Rasulullah s.a.w. sebenarnya tetap merasa malu dan merendahkan harga diri wanita jika wanita yang meminagn laki-laki. Terbukti dari celaan putri dari Anas bin Malik r.a. yang mengatakan “betapa sedikit rasa malunya idih…idih..” ketika melihat ada wanita yang menawarkan dirinya pada Rasulullah s.a.w. Maka perasaan gengsi dan harga diri wanita lah yang menjadikan hal ini menjadi tabu. Namun hal ini juga tidak salah.
Maka kita mendapati bahwa oleh karena Rasulullah s.a.w. dan sahabat Nabi baik Khulafa’ur Rasyidin maupun sahabat lainnya, tabi’in dan ulama salaf lainnya pada umumnya melakukan pria lah yang melamar wanita. Maka akan merupakan kebaikan jika kita niatkan pihak pria lah yang melamar wanita karena kita mengikuti qudwah (teladan) ini. Namun sekali lagi tidak ada halangan dan larangan wanita lah yang melamar pria terutama jika si wanita mengharapkan keshalehan pria tsb. Wallahua’lam.

TEKNIK PEMERIKSAAN, PEMBERIAN SKOR DAN PENGOLAHAN HASIL TES HASIL BELAJAR

Assalammualikum WR WB


TEKNIK PEMERIKSAAN, PEMBERIAN SKOR DAN PENGOLAHAN HASIL TES HASIL BELAJAR

22DES
  1. A.    TEKNIK PEMERIKSAAN HASIL TES HASIL BELAJAR
Tes hasil belajar dapat diselenggarakan secara tertulis (=tes tertulis), dengan secara lisan (=tes lisan) dan dengan tes perbuatan. Adanya perbedaan pelaksanaan tes hasil belajar tersebut sudah barang tentu menuntut adanya pembedaan pula dalam pemeriksaan hasil-hasilnya. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan atau koreksi dalam dalam rangka penilaian hasil-hasil yang diperoleh dari ketiga jenis tes tersebut.
  1. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Tertulis
Tes hasil belajar yang diselenggarakan secara tertulis dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: tes hasil belajar (tertulis) bentuk uraian (subjective test = essay test) dan tes hasil belajar (tertulis) bentuk obyektif (objective test). Karena kedua bentuk tes hasil belajar itu memiliki karakteristik yang berbeda, sudah barang tentu teknik pemeriksaan hasil-hasilnya pun berbeda pula.
  1. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Hasil Belajar Bentuk Uraian
Dalam pelaksanaan pemeriksaan hasil-hasil tes uraian ini ada dua hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu: (1) apakah nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes uraian itu akan didasarkan pada standar mutlak atau: (2) apakah nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes subyektif itu akan didasarkan pada standar relatif.
Apabila nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes uraian itu akan didasarkan pada standar mutlak (dimana penentuan nilai secara mutlak akan didasarkan pada prestasi individual), maka prosedur pemeriksaannya adalah sebagai berikut:
1)     Membaca setiap jawaban yang diberikan oleh testee untuk setiap butir soal tes uraian dan membandingkannya dengan pedoman / ancar-ancar jawaban betul yang sudah disiapkan.
2)     Atas dasar hasil pembandingan antara jawaban testee dengan pedoman / ancar-ancar jawaban betul yang telah disiapkan itu, tester lalu memberikan skor untuk setiap butir soal dan menuliskannya di bagian kiri dari jawaban testee tersebut.
3)     Menjumlahkan skor-skor yang telah diberikan kepada testee (yang nantinya akan dijadikan bahan dalam pengolahan dan penentuan nilai lebih lanjut.
Adapun apabila nantinya pengolahan dan penentuan nilai akan didasarkan pada standar relative (di mana penentuan nilai akan didasarkan pada prestasi kelompok), maka prosedur pemeriksaannya adalah sebagai berikut:
1)     Memeriksa jawaban atas butir soal nomor 1 yang diberikan oleh seluruh testee, sehingga diperoleh gambaran secara umum mengenai keseluruhan jawaban yang ada.
2)     Memberikan skor terhadap jawaban soal nomor 1 untuk seluruh testee.
3)     Setelah pemeriksaan atas jawaban butir soal nomor 1 dari seluruh testee dapat diselesaikan, lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap jawaban butir soal nomor 2, dengan cara yang sama.
4)     Memberikan skor terhadap jawaban butir soal nomor 2 dari seluruh testee, dengan cara yang sama.
5)     ……………….dan seterusnya, sampai selesai………………..
6)     Setelah jawaban atas seluruh butir soal yang diberikan oleh seluruh testee dapat diselesaikan, akhirnya dilakukanlah penjumlahan skor (yang nantinya akan dijadikan bahan dalam pengolahan dan penentuan nilai.
  1. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Hasil Belajar Bentuk Obyektif
Memeriksa atau mengoreksi jawaban soal-soal tes obyektif pada umumnya dilakukan dengan jalan menggunakan kunci jawaban.
Ada beberapa kunci jawaban yang dapat dipergunakan untuk mengoreksi jawaban soal tes obyektif, yaitu:



  1. Kunci Berdamping (Strip Keys)
Kunci jawaban berdampingan ini terdiri atas jawaban jawaban betul yang ditulis dalam satu kolom yang lurus dari atas ke bawah. Kunci jawaban jenis pertama ini digunakan untuk memeriksa jawaban-jawaban yang ditulis pada kolm 1, yang disusun dari atas ke bawah.
  1. Kunci Sistem Karbon (Carbon System Keys)
Lembar Jawaban
NomorBS
1X
2X
3X
4X
5X
…..dan seterusnya…..

  1. Kunci Sistem Tusukan (Pinprick System Keys)
Pada dasarnya kunci system tusukan adalah sama dengan kunci sitem karbon. Letak perbedaannya ialah, bahwa pada kunci jawaban system tusukan ini, untuk jawaban betul diberi tusukan dengan jarum besar atau paku, atau alat penusuk lainnya, sementara lembar jawaban (pekerjaan testee) berada di bawahnya.
  1. Kunci Berjendela (Window Keys)
Apabila kunci berjendela ini akan kita gunakan untuk mengoreksi jawaban testee, maka prosedur kerja yang kita tempuh adalah sebagai berikut:
  1. Ambillah blanko lembar jawaban yang masih kosong (belum dipergunakan).
  2. Pilihan jawaban yang betul kita beri lubang (bulatan) seolah olah seperti jendela.
  3. Lembar jawaban kita letakkan di bawah kunci berjendela.
  4. Melalui lubang-lubang (jendela-jendela) tadi kita buat garis vertical dengan pensil berwarna. Jika garis-garis vertical itu tepat mengenai tanda silang yang dibuat oleh testee pada lembar jawaban, maka ini berarti bahwa jawaban testee adalah betul.
  5. Teknik Pemeriksaan dalam Rangka Menilai Hasil Tes Lisan
Pemeriksaan atau koreksi yang dilaksanakan dalam rangka menilai jawaban-jawaban testee pada tes hasil belajar secara lisan, pada umumnya cenderung bersifat subyektif. Hal ini kiranya mudah dipahami, sebab dalam tes lisan itu tester tidak berhadapan dengan lembar-lembar jawaban soal yang wujudnya adalah benda mati, melainkan berhadapan dengan individu-individu atau makhluk hidup yang masing-masing mempunyai cirri atau karakteristik berbeda beda, sehingga terbuka pe,uang bagi tester untuk bertindak kurang atau bahkan tidak obyekitf.
Dalam hal ini, pemeriksaan terhadap jawaban jawaban testee hendaknya dikendalikan oleh pedoman yang pasti, misalnya:
  1. Kelengkapan jawaban yang diberikan oleh testee.
  2. Kelancaran testee dalam mengemukakan jawaban.
  3. Kebenaran jawaban yang dikemukakan.
  4. Kemampuan testee dalam mempertahankan pendapatnya
  5. Berapa persen (%) kira-kira, pertanyaan pertanyaan kisan yang termasuk kategori sukar, sedang dan mudah dapat dijawab dengan betul oleh testee.
  6. Teknik Pemeriksaan dalam Rangka Menilai Hasil Tes Perbuatan
Pada tes perbuatan, ‘’pemeriksaan’’ hasil-hasil tes dilakukan dengan menggunakan observasi (perbuatan). Sasaran yang diamati adalah: tingkah laku, perbuatan, sikap dsb.
Untuk dapat menilai hasil tes perbuatan itu diperlukan adanya instrument tertentu dan setiap gejala yang muncul diberi skor-skor tertentu pula. Berikut ini adalah contoh instrument yang dioergunakan dalam mengamati calaon guru yang melaksanakan praktek mengajar, contih “pemeriksaan” lewat observasi dalam rangka menilai komponen social, yang mencakup 11 unsur:



NoUnsur yang diperiksa/diamatiSkor
1Kualitas pergaulan di sekolah dengan anak-anak12345
2Kualitas pergaulan di sekolah dengan guru pembimbing di sekolah12345
3Kualitas pergaulan dengan guru-guru di sekolah12345
4Kualitas pergaulan dengan petugas administrasi12345
Sekolah12345
5Kerja sama dengan rekan mahasiswa berpraktek12345
6Kerja sama dengan Guru Pembimbing12345
7Kerja sama dengan Dosen Pembimbing12345
8Kerja sama dengan Kepala Sekolah12345
9Kerja sama dengan lain-lain petugas di Sekolah12345
10Kerja sama dengan Orang Tua Murid12345
11Kerja sama dengan para petugas PPL12345

  1. B.    TEKNIK PEMBERIAN SKOR HASIL TES HASIL BELAJAR
Pemberian skor (=scoring) merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil tes, yaitu proses pengubahan jawaban-jawaban soal tes menjadi angka-angka.
Angka-angka hasil penilaian itu selanjutnya diubah menjadi nilai-nilai (=grade) melalui proses tertentu. Penggunaan symbol untuk menyatakan nilai-nilai hasil tes itu ada yang tertuang dalam bentuk angka dengan rentangan antara 0 sampai dengan 10, antara 0 sampai dengan 100, dan ada pula yang menggunakan symbol huruf, yaitu huruf A, B, C, D, dan F (F = Fail = Gagal).
Cara pemberian skor terhadap hasil tes hasil belajar pada umumnya disesuaikan dengan bentuk soal-soal yang dikeluarkan dalam tes tersebut; apakah tes uraian (essay test) ataukah tes obyektif (objective test).

  1. 1.               Pemberian Skor pada Tes Uraian
Pada tes uraian, pemberian skor umunya mendasarkan diri kepada bobot (= weight)yang diberikan untuk setiap butir soal, atas dasar tingkat kesukarannya, atau atas dasar banyak sedikitnya unsure yang harus terdapat dalam jawaban yang dianggap paling baik (paling betul).
Sebagai contoh dapat dikemukakan di sini misalnya tes subyektif menghidangkan lima butir soal. Pembuat soal (tester) telah menetapkan bahwa kelima butir soal itu mempunyai derajat kesukaran yang sama dan unsure-unsur yang terdapat pada setiap butir soal telah dibuat sama banyaknya. Atas dasar itu maka tester menetapkan bahwa testee yang dapat menjawab dengan jawaban paling betul (paling sempurna) diberikan skor 10. Jika hanya betul separoh diberikan skor 5, hamper seluruhnya betul diberikan skor 9, dan seterusnya.
Dalam keadaan di mana butir-butir soal yang diajukan dalam bentuk tes uraian itu untuk tiap butir soal tidak memiliki derajat kesukaran yang sama, atau jumlah unsure yang terdapat pada setiap butir soal adalah tidak sama, maka pemberian skornya juga harus berpegang kepada derajat kesukaran dan jumlah unsure yang terdapat pada masing-masing butir soal tersebut.
Sebagai contoh, misalkan dari lima butir soal tes uraian, butir soal nomor 1 diberi skor maksimum 8, butir skor nomor2 diberi skor maksimum 10, butir soal nomor3 diberi skor maksimum 6, butir soal nomor4 diberi skor maksimum 10 dan butir soal nomor5 diberi skor maksimum 8, maka seorang tetstee yang untuk butir soal nomor 1 jawabannya hanya betul separoh, diberikan skor 4 (yaitu 8 : 2 = 4); untuk butir soal nomor 2 dari 10 unsur jawaban yang ada hanya dijawab betul sebanyak 6 unsur saja, maka kepada testee tersebut diberikan skor 6. Demikianlah seterusnya.
  1. 2.               Pemberian Skor pada Tes Obyektif
Pada tes obyektif, untuk memberikan skor umumnya digunakan rumus correction for guessing atau sering dikenal dengan istilah system denda.
Untuk tes obyektif bentuk true-false misalnya, setiap item diberi skor maksimum 1 (satu)/ apabila seorang testee menjawab betul satu item sesuai dengan kunci jawaban, maka kepadanya diberikan skor 1. Apabila dijawab salah maka skornya 0 (nihil).
Adapaun cara menghitung skor terakhir dari seluruh item bentuk true false, dapat digunakan dua macam rumus, yaitu: (1) rumus yang memperhitungkan denda, dan (2) rumus yang mengabaikan atau meniadakan denda. Penggunaan rumus-rumus itu sepenuhnya diserahkan kepada kebijaksanaan tester, apakah dalam tes hasil belajar tersebut kepada testee akan dikenai denda (bagi jawaban yang salah), ataukah tidak.