Sejarah Kota Palembang
Kota Palembang merupakan kota tertua di Indonesia berumur setidaknya 1382 tahun jika berdasarkan prasasti Sriwijaya yang dikenal sebagai prasasti Kedudukan Bukit. Menurut Prasasti yang berangka tahun 16 Juni 682. Pada saat itu oleh penguasa Sriwijaya didirikan Wanua di daerah yang sekarang dikenal sebagai kota Palembang. Menurut topografinya, kota ini dikelilingi oleh air, bahkan terendam oleh air. Air tersebut bersumber baik dari sungai maupun rawa, juga air hujan. Bahkan saat ini kota Palembang masih terdapat 52,24 % tanah yang yang tergenang oleh air (data Statistik 1990). Berkemungkinan karena kondisi inilah maka nenek moyang orang-orang kota ini menamakan kota ini sebagai Pa-lembang dalam bahasa melayu Pa atau Pe sebagai kata tunjuk suatu tempat atau keadaan; sedangkan lembang atau lembeng artinya tanah yang rendah, lembah akar yang membengkak karena lama terendam air (menurut kamus melayu), sedangkan menurut bahasa melayu-Palembang, lembang atau lembeng adalah genangan air. Jadi Palembang adalah suatu tempat yang digenangi oleh air.
Kondisi alam ini bagi nenek moyang orang-orang
Palembang menjadi modal mereka untuk memanfaatkannya. Air menjadi sarana
transportasi yang sangat vital, ekonomis, efisien dan punya daya
jangkau dan punya kecepatan yang tinggi. Selain kondisi alam, juga letak
strategis kota ini yang berada dalam satu jaringan yang mampu
mengendalikan lalu lintas antara tiga kesatuan wilayah:
- Tanah tinggi Sumatera bagian Barat, yaitu : Pegunungan Bukit Barisan.
- Daerah kaki bukit atau piedmont dan pertemuan anak-anak sungai sewaktu memasuki dataran rendah.
- Daerah pesisir timur laut.
Ketiga kesatuan wilayah ini merupakan faktor setempat
yang sangat mementukan dalam pembentukan pola kebudayaan yang bersifat
peradaban. Faktor setempat yang berupa jaringan dan komoditi dengan
frekuensi tinggi sudah terbentuk lebih dulu dan berhasil mendorong
manusia setempat menciptakan pertumbuhan pola kebudayaan tinggi di
Sumatera Selatan. Faktor setempat inilah yang membuat Palembang menjadi
ibukota Sriwijaya, yang merupakan kekuatan politik dan ekonomi di zaman
klasik pada wilayah Asia Tenggara. Kejayaan Sriwijaya diambil oleh
Kesultanan Palembang Darusallam pada zaman madya sebagai kesultanan yang
disegani dikawasan Nusantara
Sriwijaya,
seperti juga bentuk-bentuk pemerintahan di Asia Tenggara lainnya pada
kurun waktu itu, bentuknya dikenal sebagai Port-polity. Pengertian
Port-polity secara sederhana bermula sebagai sebuah pusat redistribusi,
yang secara perlahan-lahan mengambil alih sejumlah bentuk peningkatan
kemajuan yang terkandung di dalam spektrum luas. Pusat pertumbuhan dari
sebuah Polity adalah entreport yang menghasilkan tambahan bagi kekayaan
dan kontak-kontak kebudayaan. Hasil-hasil ini diperoleh oleh para
pemimpin setempat. (dalam istilah Sriwijaya sebutannya adalah datu),
dengan hasil ini merupakan basis untuk penggunaan kekuatan ekonomi dan
penguasaan politik di Asia Tenggara.
Ada tulisan menarik dari kronik Cina Chu-Fan-Chi yang
ditulis oleh Chau Ju-Kua pada abad ke 14, menceritakan tentang
Sriwijaya sebagai berikut :Negara ini terletak di Laut selatan,
menguasai lalu lintas perdagangan asing di Selat. Pada zaman dahulu
pelabuhannya menggunakan rantai besi untuk menahan bajak-bajak laut yang
bermaksud jahat. Jika ada perahu-perahu asing datang, rantai itu
diturunkan. Setelah keadaan aman kembali, rantai itu disingkirkan.
Perahu-perahu yang lewat tanpa singgah dipelabuhan dikepung oleh
perahu-perahu milik kerajaan dan diserang. Semua awak-awak perahu
tersebut berani mati. Itulah sebabnya maka negara itu menjadi pusat
pelayaran.
Tentunya banyak lagi cerita, legenda bahkan mitos
tentang Sriwijaya. Pelaut-pelaut Cina asing seperti Cina, Arab dan
Parsi, mencatat seluruh perisitiwa kapanpun kisah-kisah yang mereka
lihat dan dengan. Jika pelaut-pelaut Arab dan Parsi, menggambarkan
keadaan sungai Musi, dimana Palembang terletak, adalah bagaikan kota di
Tiggris. Kota Palembang digambarkan mereka adalah kota yang sangat
besar, dimana jika dimasuki kota tersebut, kokok ayam jantan tidak
berhenti bersahut-sahutan (dalam arti kokok sang ayam mengikuti
terbitnya matahari). Kisah-kisah perjalanan mereka penuh dengan
keajaiban 1001 malam. Pelaut-pelaut Cina mencatat lebih realistis
tentang kota Palembang, dimana mereka melihat bagaimana kehiduapan
penduduk kota yang hidup diatas rakit-rakit tanpa dipungut pajak.
Sedangkan bagi pemimpin hidup berumah ditanah kering diatas rumah yang
bertiang. Mereka mengeja nama Palembang sesuai dengan lidah dan aksara
mereka. Palembang disebut atau diucapkan mereka sebagai Po-lin-fong atau
Ku-kang (berarti pelabuhan lama).Setelah mengalami kejayaan diabad-abad
ke-7 dan 9, maka dikurun abad ke-12 Sriwijaya mengalami keruntuhan
secara perlahan-lahan. Keruntuhan Sriwijaya ini, baik karena persaingan
dengan kerajaan di Jawa, pertempuran dengan kerajaan Cola dari India dan
terakhir kejatuhan ini tak terelakkan setelah bangkitnya bangkitnya
kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Kerajaan-kerajaan Islam yang
tadinya merupakan bagian-bagian kecil dari kerajaan Sriwijaya,
berkembang menjadi kerajaan besar seperti yang ada di Aceh dan
Semenanjung Malaysia.
Dari sisa Kerajaan Sriwijaya tersebut tinggalah
Palembang sebagai satu kekuatan tersendiri yang dikenal sebagai kerajaan
Palembang. Menurut catatan Cina raja Palembang yang bernama Ma-na-ha
Pau-lin-pang mengirim dutanya menghadap kaisar Cina tahun 1374 dan
1375.Maharaja ini barangkali adalah raja Palembang terakhir, sebelum
Palembang dihancurkan oleh Majapahit pada tahun 1377. Berkemungkinan
Parameswara dengan para pengikutnya hijrah ke semenanjung, dimana ia
singgah lebih dulu ke pulau Temasik dan mendirikan kerajaan Singapura.
Pulau ini ditinggalkannya setelah dia berperang melawan orang-orang
Siam. Dari Singapura dia hijrah ke Semenanjung dan mendirikan kerajaan
Melaka. Setelah membina kerajaan ini dengan gaya dan cara Sriwijaya,
maka Melaka menjadi kerajaan terbesar di nusantara setelah kebesaran
Sriwijaya.Palembang sendiri setelah ditinggalkan Parameswara menjadi
chaos. Majapahit tidak dapat menempatkan adipati di Palembang, karena
ditolak oleh orang-orang Cina yang telah menguasai Palembang. Mereka
menyebut Palembang sebagai Ku-Kang dan mereka terdiri dari
kelompok-kelompok cina yang terusir dari Cina Selatan, yaitu dari
wilayah Nan-hai, Chang-chou dan Changuan-chou.
Meskipun setiap kelompok ini mempunyai pemimpin
sendiri, tetapi mereka sepakat menolak pimpinan dari majapahit dan
mengangkat Liang Tau-ming sebagai pemimpin mereka.Pada masa ini
Palembang dikenal sebagai wilayah yang menjadi sarang bajak laut dari
orang-orang Cina tersebut. Tidak heran jika toko sejarah dan legendaris
dari Cina, yaitu Laksamana Chen-ho terpaksa beberapa kali muncul di
Palembang guna memberantas para bajak laut ini. Pada tahun 1407 setelah
kembali dari pelayarannya dari barat, Chen-ho sendiri telah menangkap
toko bajak laut dari Palembang yaitu Chen Tsui-i. Chen-ho membawa bajak
laut ini kehadapan kaisar, kemudian dihukum pancung ditengah pasar
ibukota. Namun beberapa toko bajak laut di lautan cina seperti Chin
Lien, pada tahun 1577 telah bersembunyi di Palembang dan kemudian
menjadi pedagang yang disegani di Palembang. Chiang Lien sebagai
pengawas perdagangan untuk cina. sebetulnya kedudukan ini adalah suatu
jabatan yang disahkan oleh kaisar dan mempunyai wewenang mengatur hukum,
imbalan, penurunan ataupun kenaikan (promosi) bagi warga Cina di
Palembang. Dapat dibayangkan bahwa kekuasaan orang-orang Cina di
Palembang hampir 200 tahun.
Menurut
Tomec Pires yang menulis sekitar tahun kejatuhan Melaka, menyatakan
bahwa pupusnya pengaruh Majapahit dan Cina du Palembang adalah akibat
kebangkitan Islam di wilayah Palembang sendiri. Situasi dan kondisi ini
menempatkan Palembang menjadi wilayah perlindungan Kerajaan Islam Demak
sekitar tahun 1546, yang melibatkan Aria Penangsang dari Jipang dan
Pangeran Hadiwijaya dari Pajang, dimana kematian Aria Penangsang membuat
para pengikutnya melarikan diri ke Palembang.Para pengikut Aria Jipang
ini membuat ketakutan baru dengan mendirikan Kerajaan Palembang. Tokoh
pendiri Kerajaan Palembang adalah Ki Gede Ing Suro. Keraton pertamanya
di Kuto Gawang, pada saat ini situsnya tepat berada di komplesk PT.
Pusri. Dimana makam Ki Gede Ing Suro berada di belakang Pusri.Dari
bentuk keraton Jawa di tepi sungai Musi, para penguasanya beradaptasi
dengan lingkungan melayu di sekitarnya. Terjadilah suatu akulturasi dan
asimilasi kebudayaan jawa dan melayu, yang dikenal sebagai kebudayaan
Palembang. Ki Mas Hindi adalah tokoh kerajaan Palembang yang memperjelas
jati diri Palemban, memutus hubungan ideologi dan kultural ddengan
pusat kerajaan di Jawa (Mataram). Dia menyatakan dirinya sebagai sultan,
setara dengan Sultan Agung di Mataram. Ki Mas Hindi bergelar Sultan
Abdurrahma, yang kemudian dikenal sebagai Sunan Cinde Walang
(1659-1706). Keraton Kuto Gawang dibakar habis oleh VOC pada tahun 1659,
akibat perlawanan Palembang atas kekurang ajaran hasil wakil VOC di
Palembang, Sultan Abdurrahman memindahkan keratonnya ke Beringin Janggut
(sekarang sebagai pusat perdangangan).Sultan Mahmud Baaruddin I yang
bergelar Jayo Wikramo (1741-1757) adalah merupakan tokoh pembangunan
Kesultanan Palembang, dimana pembangunan modern dilakukannya. Antara
lain Mesjid Agung Palembang, Makam Lembang (Kawah Tengkurep), Keraton
Kuto Batu (sekarang berdiri Musium Badarudin dan Kantor Dinas Pariwisata
Kota Palembang). Selain itu dia juga membuat kanal-kanal di wilayah
kesulatan, yang berfungsi ganda, yaitu baik sebagai alur pelayaran,
pertanian juga untuk pertahanan. Badaruddin Jayo Wikramo memantapkan
konsep kosmologi Batanghari Sembilan sebagai satu lebensraum dari
kekuasaan Palembang. Batanghari Sembilan adalah satu konsep Melayu -
Jawa, yaitu adalah delapan penjuru angin yang terpencar dari pusatnya
yang, merupakan penjuru kesembilan. Pusat atau penjuru kesembilan ini
berada di keraton Palembang (lebih tegas lagi berada ditangan Sultan
yang berkuasa).
Menurut Tomec Pires yang menulis sekitar tahun
kejatuhan Melaka, menyatakan bahwa pupusnya pengaruh Majapahit dan Cina
du Palembang adalah akibat kebangkitan Islam di wilayah Palembang
sendiri. Situasi dan kondisi ini menempatkan Palembang menjadi wilayah
perlindungan Kerajaan Islam Demak sekitar tahun 1546, yang melibatkan
Aria Penangsang dari Jipang dan Pangeran Hadiwijaya dari Pajang, dimana
kematian Aria Penangsang membuat para pengikutnya melarikan diri ke
Palembang.Para pengikut Aria Jipang ini membuat ketakutan baru dengan
mendirikan Kerajaan Palembang. Tokoh pendiri Kerajaan Palembang adalah
Ki Gede Ing Suro. Keraton pertamanya di Kuto Gawang, pada saat ini
situsnya tepat berada di komplesk PT. Pusri. Dimana makam Ki Gede Ing
Suro berada di belakang Pusri.Dari bentuk keraton Jawa di tepi sungai
Musi, para penguasanya beradaptasi dengan lingkungan melayu di
sekitarnya. Terjadilah suatu akulturasi dan asimilasi kebudayaan jawa
dan melayu, yang dikenal sebagai kebudayaan Palembang. Ki Mas Hindi
adalah tokoh kerajaan Palembang yang memperjelas jati diri Palemban,
memutus hubungan ideologi dan kultural ddengan pusat kerajaan di Jawa
(Mataram). Dia menyatakan dirinya sebagai sultan, setara dengan Sultan
Agung di Mataram. Ki Mas Hindi bergelar Sultan Abdurrahma, yang kemudian
dikenal sebagai Sunan Cinde Walang (1659-1706). Keraton Kuto Gawang
dibakar habis oleh VOC pada tahun 1659, akibat perlawanan Palembang atas
kekurang ajaran hasil wakil VOC di Palembang, Sultan Abdurrahman
memindahkan keratonnya ke Beringin Janggut (sekarang sebagai pusat
perdangangan).Sultan Mahmud Baaruddin I yang bergelar Jayo Wikramo
(1741-1757) adalah merupakan tokoh pembangunan Kesultanan Palembang,
dimana pembangunan modern dilakukannya. Antara lain Mesjid Agung
Palembang, Makam Lembang (Kawah Tengkurep), Keraton Kuto Batu (sekarang
berdiri Musium Badarudin dan Kantor Dinas Pariwisata Kota Palembang).
Selain itu dia juga membuat kanal-kanal di wilayah kesulatan, yang
berfungsi ganda, yaitu baik sebagai alur pelayaran, pertanian juga untuk
pertahanan. Badaruddin Jayo Wikramo memantapkan konsep kosmologi
Batanghari Sembilan sebagai satu lebensraum dari kekuasaan Palembang.
Batanghari Sembilan adalah satu konsep Melayu - Jawa, yaitu adalah
delapan penjuru angin yang terpencar dari pusatnya yang, merupakan
penjuru kesembilan. Pusat atau penjuru kesembilan ini berada di keraton
Palembang (lebih tegas lagi berada ditangan Sultan yang berkuasa).
Dari seluruh pelabuhan di wilayah orang-orang Melayu,
Palembang telah membuktikan dn terus secara seksama menjadi pelabuhan
yang paling aman dan peraturan paling baik, seperti dinyatakan oleh
orang-orang pribumi dan orang-orang Eropa. Begitu memasuki perairan
sungai, perahu-perahu kecil, dengan kewaspadaan yang biasa siaga dengan
tindakan-tindakan perampasan. Kemungkinan perahu perampok yang
bersembunyi akan memangsa perahu-perahu dagang kecil yang memasuki
sungai, jarang terjadi, karena ketatnya penjagaan oleh kekuatan Sultan
dengan segala peralatannya.Selain kekayaan yang melimpah dari baiknya
pelayanan pelabuhan dan perdagangan, membuat Palembang mempunyai
kesempatan memperkuat pertananannya. Ini dibuktikannya oleh Sultan
Muhammad Bahauddin mendirikan keraton Kuto Besak pada tahun 1780. Di
dalam melawan penjajahan Belanda dan Inggris, Sultan Mahmud Baruddin II
berhasil mengatasi politik diplomasi dan peperangan kedua bangsa
tersebut. Sebelum jatuhnya Palembang dalam peperangan besar di tahun
1821, Sultan Mahmud Badaruddin II secara beruntun pada tahun 1819 telah
dua kali mengahajar pasukan pasukan Belanda keluar dari perairan
Palembang. Keperkasaan Sultan Mahmud Badaruddin II ini dinilai oleh
Pemerintah Republik Indonesia adalah wajar untuk dianugrahi sebagai
Pahlawan Nasional.
Masa Belanda
Palembang sebagai Ibukota Kesultanan Palembang
Darussalam pada saat dibawah pemerintah kolonial Belanda dirombak secara
total dari sisi penggolongan kotanya. Pada awalnya wilayah pemukiman
penduduk kota Palembang, dizaman Kesultanan lebih dari sekedar pemukiman
yang terorganisir. Pemukiman pada waktu itu adalah suatu lembaga
persekutuan dimana patronage dan paternalis terbentuk akibat struktur
masyarakat tradisional dan feodalistis. Keseluruhan sistem ini berada
dalam satu lingkungan dan lokasi. Sistem ini dikenal dengan nama
gugu(k). Kosakata gugu berasal dari jawa - Kawi yang berarti : barang
katanya, diturut, diindahkan.Setiap guguk mempunyai sifat sektoral
ataupun aspiratip. Sekedar untuk pengertian meskipun tidak sama, bentuk
guguk ini dapat dilihat dengan sistem gilda pada abad pertengahan di
Eropa. Contoh nama wilayah pemukiman yang dikenal sebagai Sayangan,
adalah wilayah dimana paramiji dan alingan(struktur bawah dari golongan
penduduk kesultanan) yang memproduksi hasil-hasil dari bahan tembaga.
Sayangan artinya pengerajin tembaga (Jawa Kawi). Produksi ini dilakukan
atas perintah dari bangsawan yang menjadi pimpinan (guguk) yang menjadi
pelindung terhadap kedua golongan baik miji maupun alingan (orang yang
di-alingi/dilindungi). Hasil produksi ini merupakan pula income bagi
sultan dan kesultanan.Contoh lain dalam adalah wilayah pemukiman
mengindikasikan wilayah guguk, yaitu : kepandean adalah rajin atau
pandai besi, pelampitan adalah perajin lampit, demikian juga dengan
kuningan adalah perajin pembuat bahan-bahan dari kuningan.Pemukiman ini
dapat pula bersifat aspiratif, yaitu satu guguk yang mempunyai satu
profesi atau kedudukan yang sama, seperti guguk Pengulon, pemukiman para
pendahulu dan alim ulama disekitar Mesjid Agung.
Demikian pula dengan kedemangan, wilayah dimana tokoh
demang tinggal, ataupun kebumen yaitu tempat tempat dimana Mangkubumi
menetap. Disamping ada wilayah-wilayah dimana kelompok tertentu
bermukim, seperti Kebangkan adalah pemukiman orang-orang dari Bangka,
Kebalen adalah pemukiman orang-orang dari Bali.Setelah Palembang dibawah
adminstrasi kolonial, maka oleh Regering Commisaris J.I Van Sevenhoven
sistem perwilayahan guguk harus dipecah belah. Pemecahan ini bukan saja
memecah belah kekuatan kesultanan, juga sekaligus memcah masyarakat yang
tadinya tunduk kepada sistem monarki, menjadi tuduk pada administrasi
kolonial. Guguk dijadikan beberapa kampung. Sebagai kepala diangkat
menjadi Kepala Kampung, dan di Palembang dibagi menjadi dua wilayah,
yaitu Seberang Ulu dan Seberang Ilir. Untuk mengepalai wilayah tersebut
diangkat menjadi Demang. Demang adalah pamongraja pribumi yang tunduk
kepada controleur. Kota Palembang pada waktu itu terdiri dari 52
kampung, yaitu 36 kampung berada di seberang ilir dan 16 kampung di
seberang Ulu. Kampung-kampung ini diberi nomor yaitu dari nomor 1 sampai
36 untuk seberang ilir, sedangkan seberang ulu dari 1 sampai 16
ulu.Pemberian nomor-nomor kampung ini penuh semangat pada awal
pelaksanaannya, tetapi kemudian pembagian tidak berkembang malah
menyusut. Pada tahun 1939 kampung tersebut menjadi 43 buah, dimana 29
kampung berada diseberang ilir dan 14 kampung berada di seberang ulu.
Dapat diperkirakan penciutan adminstratif kampung ini
karena yang diperlukan bukannlah wilayahnya, tetapi cacah jiwanya yang
ada kaitan dengan pajak kepalanya. Sehingga untuk itu digabungkanlah
beberapa kampung yang cacah jiwanya minim, dan cukup dikepalai oleh
seorang Kepala Kampung.Oleh karen Kepala Kampung hanya mengurus penduduk
pribumi, maka untuk golongan orang Timur Asing, mereka mempunyai Kepala
dan wijk tersendiri. Untuk golongan Cina, kepalanya diangkat dengan
kedudukan seperti kepangkatan militer, yaitu Letnan, Kapten dan Mayor.
Demikian pula dengan golongan Arab dan Keling (India/Pakistan) dengan
kepalanya seorang Kapten. Untuk kedudukan kepala Bangsa Timur Asing,
biasanya dipilih berdasarkan atas pernyataan jumlah pajak yang akan
mereka pungut dan diserahkan bagi pemerintah disertai pula jaminan dana
begi kedudukannya.Pemerintah Kota Palembang pada 1 April 1906 menjadi
satu Stadgemeente. Satu pemerintahan kota yang otonom, dimana dewan kota
yang mengatur pemerintahan. Penduduk menyebut pemerintah kota ini
adalah Haminte. Ketua Dewan Kota adalah Burgemeester (Walikota), dia
dipilih oleh anggota Dewan Kota. Anggota Dewan Kota dipilih oleh
penduduk kota.Sebenernya pemerintah kota bukanlah dibentuk untuk tujuan
utama memenuhi kepentingan pribumi, akan tetapi lebih kepada kepentingan
para pengusaha Barat yang sedang menikmati liberalisasi. Karena dampak
liberalisasi menjadikan kota sebagai pusat atau konsentrasi ekonomi,
baik sebagai pelabuhan ekspor, industri, jasa-jasa perdagangan dan
menjadi markas para pengusaha.
Di Era Zaman Jepang
Dizaman penduduk Jepang (1942-1945), secara
struktural tidak ada perubahan kedudukan kepala kampung. Hanya gelarnya
saja yang berubah, yaitu menjadi Ku - Co dan mereka dibawah koordinasi
Gun - Co. Tugasnya dititik beratkan pada pembangunan ekonomi peperangan
Jepang. Untuk merapatkan barisan dikalangan penduduk, diperkenalkan
suatu sistem lingkungan Jepang, Tonari - Gumi, yaitu Rukun Tetangga yang
meliputi setiap 10 rumah di suatu kampung. Tonari - gumi dipimpin oleh
seorang Ku - Mi - Co (Ketua RT).
Kegiatan Pembangunan yang MenonjolMasa Kerajaan Sriwijaya
Pusat pemerintahan dan pemukiman terletak di bagin barat kota Palembang. Bentuk pembangunan yang dilakukan berupa :
- Tata ruang dan saluran air serta pengurukan dan penimbunan daerah rawa (di Kelurahan Karang Anyar, kelurahan Bukit Lama dan Kecamatan Seberang Ulu I), baik bentuk istana, pemukiman warga maupun tempat ibadah.
- Bangunan tempat ibadaha berupa Vihara dan kelengkapannya.
- Pembangunan pelabuhan, serta sarana Transportasi.
- Pembangunan Istana serta rumah-rumah tempat tinggal penduduk, baik diatas daratan, maupun di atas sungai berupa rakit dan rumha bertiang di atas rawa.
- Pembangunan industri antara lain industri manik-manik di Ilir Barat.
- Pembangunan Taman Srisetra dibagian barat kota (Prasasti Karang Tuo).
- Masa Kesultanan Palembang
Pusat pemerintahan pada awal kebangkitan, di bagian timur kota palembang (di sekitar PT. PUSRI dan Kelurahan I Ilir). Kemudian setelah hampir satu abad pindah ke bagian tengah di Kelurahan 19 Ilir, bentuk pembangunan yang dilakukan berupa : - Keraton/Istana Kuto Gawang (PT Pusri I Ilir), Kuto Lamo dan Kuto Besak (Kelurahan 19 Ilir).
- Benteng pertahanan (pemasangan lantai di Sungai Musi untuk menghalangi kapal musuh).
- Mesjid (di I Ilir, Beringin Janggut dan Mesjid Agung 19 Ilir).
- Pelabuhan dan tempat penambatan angkutan sungai.
- Makam raja-raja Palembang.
- Penataan tata ruang kota (seperti Kepandean, Sayangan, Kebumen, Depaten).
- Pembangunan oleh masyarakat (klenteng, rumah limas, industri rumah tangga tenunan, ukiran, dll)
Berdasarkan catatan pelaksanaan pembangunan kota yang
berencana baru di mulai pada awal terbentuknya pemerintahan kota di
tahun 1900-an, seperti dibawah ini :
- 30 September 1918 Pemerintah Kota menetapkan tentang pendirian dan pembongkaran bangunan, yaitu Verordening op het bouwen en sloopen in de Gemeente Palembang.
- 1935 diterbitkan Bouwverordening der Gemeente Palembang berupa Standsplan (Rencana Tehnik Ruang Kota), yang kemudian dengan diterbitkannya peta rencana, peta situasi atau peta penggunaan tanah (detail plan).
Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kota Palembang antara 1906-1935 adalah sebagai berikut :
- Pembelian lapangan-lapangan untuk menimbun bahan bangunan.
- Pembuatan Jembatan Sungai Ogan.
- Perbaikan Jalan Seberang Ulu dari Ogan ke Plaju melalui 10 Ulu (Jl. KH. Azhari).
- Pembuatan medan lalu lintas dekat 10 Ulu dan Tengkuruk.
- Menyediakan lapangan-lapangan untuk lanjutan jalan kereta api Sum-Sel dari Kertapati ke Seberang.
- Menyediakan Lapangan pelabuhan di Seberang Ulu.
- Pendalaman alur sungai Musi.
- Perbaikan jalan dengan pembuatan jalan - jalan tembus dan pelebaran jalan antara Pelabuhan Tengkuruk - talang Jawa; Jl. Gevangenis (Jl. Lembaga Pemasyarakatan) - Boom Baru.
- Perbaikan tempat-tempat berlabuh untuk kapal-kapal sungai di 19 Ilir ( Pelabuhan/ponton).
- Penyediaan tempat transit yang mendesak dari Kertapati (titik ujung jalan kereta api Sum-Sel) yang dapat dicapai oleh kapal-kapal laut, yang mengambil batubara dari tambang bukit asam.
- Realisasi stands plan (Master Plan Kota) Kota Palembang. Ini adalah penetapan lokasi-lokasi :
- Industrial estate di daerah Sungai Gerong dan Plaju.
- Real Estate di Talang Semut.
- Sistem Ring and Radial bangunan jalan kota (yang saat itu baru sampai di Talang Grunik sebagai lingkar II) Jl. Kapten Arivai dan Jl. Veteran sekarang).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar